Geliat panti pijat 'plus-plus' dan Spa seakan tak ada matinya di Jakarta. Faktor himpitan ekonomi kerap jadi alasan klasik mereka para therapist (pemijat) ini mencari nafkah sebagai penyedia jasa pijat 'sehat' ini.
Mira (bukan nama sebenarnya), mengaku tidak risih dengan pekerjaannya sebagai pemijat sensualitas di wilayah Jakarta Selatan.
Dia bahkan harus terbiasa bangun pagi dengan berangkat pukul 07.00 WIB agar datang tepat waktu ke tempat bekerjanya yang setiap hari ramai pengunjung itu.
"Masuk pukul 09.00 WIB. Saya kalau ndak masuk kerja dipotong Rp100 ribu, kalau telat dikenakan potongan sebesar Rp50 ribu," ujarnya belum lama ini.
Ibu satu anak asal Brebes, Jawa Tengah ini mengaku berkecimpung di dunia pijat 'plus-plus' sejak lima tahun silam.
"Dulu saya pernah bandel, sering melakukan hubungan badan dengan seorang lelaki pria hidung belang. Bahkan pernah hamil empat kali, lalu saya gugurkan empat anak itu di klinik yang terletak di kawasan Raden Saleh (Jakarta Pusat),'' ucapnya.
Mira menolak jika ada tawaran dari para lelaki hidung belang untuk melayani nafsu birahinya di panti pijat tempatnya berkerja tersebut.
"Kalau ML (making love) saya tidak bisa melayaninya dilarang sama yang punya, paling handjob saja itu pun di luar tarif kena tambahan biaya Rp200 ribu. Tapi kebanyakan mereka booking saya di luar dengan harga kisaran Rp500 ribu untuk dua kali main," bebernya.
Gadis berparas cantik nan putih tamatan kelas dua SMA ini mengaku dalam sehari dapat meraup keuntungan hingga jutaan rupiah.
Dirinya berharap, kepada pemerintah terkait untuk dapat lebih memperhatikan nasib para therapist tersebut.
"Kalau bisa kita diberikan suatu ruang baik pekerjaan dan lain-lain mayoritas di sini para pekerjanya sudah memiliki anak dan terbentur faktor ijazah," tutupnya.
Mira (bukan nama sebenarnya), mengaku tidak risih dengan pekerjaannya sebagai pemijat sensualitas di wilayah Jakarta Selatan.
Dia bahkan harus terbiasa bangun pagi dengan berangkat pukul 07.00 WIB agar datang tepat waktu ke tempat bekerjanya yang setiap hari ramai pengunjung itu.
"Masuk pukul 09.00 WIB. Saya kalau ndak masuk kerja dipotong Rp100 ribu, kalau telat dikenakan potongan sebesar Rp50 ribu," ujarnya belum lama ini.
Ibu satu anak asal Brebes, Jawa Tengah ini mengaku berkecimpung di dunia pijat 'plus-plus' sejak lima tahun silam.
"Dulu saya pernah bandel, sering melakukan hubungan badan dengan seorang lelaki pria hidung belang. Bahkan pernah hamil empat kali, lalu saya gugurkan empat anak itu di klinik yang terletak di kawasan Raden Saleh (Jakarta Pusat),'' ucapnya.
Mira menolak jika ada tawaran dari para lelaki hidung belang untuk melayani nafsu birahinya di panti pijat tempatnya berkerja tersebut.
"Kalau ML (making love) saya tidak bisa melayaninya dilarang sama yang punya, paling handjob saja itu pun di luar tarif kena tambahan biaya Rp200 ribu. Tapi kebanyakan mereka booking saya di luar dengan harga kisaran Rp500 ribu untuk dua kali main," bebernya.
Gadis berparas cantik nan putih tamatan kelas dua SMA ini mengaku dalam sehari dapat meraup keuntungan hingga jutaan rupiah.
Dirinya berharap, kepada pemerintah terkait untuk dapat lebih memperhatikan nasib para therapist tersebut.
"Kalau bisa kita diberikan suatu ruang baik pekerjaan dan lain-lain mayoritas di sini para pekerjanya sudah memiliki anak dan terbentur faktor ijazah," tutupnya.